BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Dalam
kehidupan sehari-hari, kayu merupakan bahan yang sangat sering dipergunakan
untuk tujuan tertentu. Pada beberapa kasus kayu tidak
dapat digantikan dengan bahan lain karena sifat khasnya. Kita sebagai pengguna
dari kayu yang setiap jenisnya mempunyai sifat-sifat yang berbeda, perlu
mengenal sifat-sifat kayu tersebut sehingga dalam pemilihan atau penentuan
jenis untuk tujuan penggunaan tertentu harus betul-betul sesuai dengan yang
kita inginkan.
Dewasa ini penggunaan kayu sudah beralih ke bahan
kontruksi lain yang lebih mudah didapatkan. Namun walaupun bahan kayu sudah
semakin sulit didapat masih ada beberapa peminat kayu sesuai
keperluannya. Karena itulah makalah ini mengangkat tentang kayu sebagai bahan
referensi untuk pertimbangan mengggunakan kayu dengan jenis dan ukuran seperti
apa.
Tumbuhan
berkayu muncul di alam diperkirakan pertama kali pada 395 hingga 400 juta tahun
yang lalu. Manusia telah menggunakan kayu untuk berbagai kebutuhan sejak ribuan
tahun, terutama untuk bahan bakar dan bahan konstruksi untuk
membuat rumah dan senjata serta
sebagai bahan baku industri (misal pengemasan dan kertas).
Saat ini banyak ditemukan eksploitasi pemanfaatan
tumbuhan tanpa memperhatikan efeknya terhadap pelestarian lingkungan. Apabila
kondisi tersebut tetap dibiarkan maka akan berdampak negatif terhadap
kelangkaan tumbuhan yang di eksploitasi secara besar- besaran bahkan kondisi
terparah adalah terjadi kepunahan pada tumbuhan tersebut.
Salah satu tumbuhan yang dieksploitasi adalah
tumbuhan Jati.Tumbuhan Jati banyak dimanfaatkan untuk perabotan rumah tangga,
bahan bagunan dan lain sebagainya. Adapun daunnya dapat dimanfaatkan untuk
pembungkus makanan (misal ikan) karena merupakan polimer alami.
Untuk mengetahui peranan tumbuhan Jati, maka
perlu mengkaji tentang karakteristik tumbuhan Jati yang meliputi deskripsi,
habitus dan klasifikasi ilmiah.perbanyakan serta potensi yang terdapat pada kayu
jati.
1.2 Tujuan
Makalah
Adapun
tujuan dari makalah ini ialah :
1. Mengetahui
morfologi tumbuhan Jati(Tectona grandis)
2. Mengetahui
Klasifikasi Ilmiah tumbuhan Jati (Tectona
grandis)
3. Mengetahui
teknik perbanyakan tumbuhan Jati (Tectona
grandis)
4. Mengetahui potensi yang terdapat pada tumbuhan Jati (Tectona grandis)
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Kayu
jati (Tectona grandis) di Indonesia telah ditanam sejak jaman Belanda dan telah
dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat terutama untuk bahan bangunan dan
mebel. Bahkan di Jawa tanaman tersebut telah menjadi kelas perusahaan tersendiri
sejak jaman Belanda. Penelitian mengenai jati telah banyak dilakukan baik yang
bertujuan untuk meningkatkan mutu tanaman maupun nilai tambah dari kayu
tersebut. Dengan kemajuan teknologi yang berkembang akhir-akhir ini,
perbanyakan bibit jati yang semula hanya mengandalkan biji, dikembangkan dengan
cara kultur jaringan atau lebih dikenal dengan “tissue culture”. Tujuan dari
kultur jaringan adalah untuk memproduksi bibit secara cepat, dalam jumlah
banyak dari bibit tanaman yang dinilai mempunyai sifat baik dan unggul (Herawan
dan Rina, 1996).
Nama-nama
daerah jati yang sering dipakai dibeberapa negara, seperti Jati (Indonesia),
Tekku (Bombay), Kyun (Burma), Saga (Gujarat), Sagun (Hindi), Saguan (Kannad),
Sag (Manthi), Singuru (Oriya), Bardaru (Sangskrit), Tekkumaran (Tamil) dan
Adaviteeku (Telugu) (Sumarna, 2011). Jati memiliki batang yang bulat lurus
dengan tinggi mencapai 40 meter.Tinggi batang bebas cabangnya mencapai 18-20
meter. Kulit batang berwarna cokelat gradasi dan kuning keabu-abuan.Pohon jati
yang baik adalah pohon yang memiliki garis diameter batang yang besar,
berbatang lurus dan jumlah cabangnya sedikit (Mulyana dan Asmarahman, 2010).
Jati
merupakan tanaman tropika dan subtropika yang dikenal sebagai pohon yang
memiliki kualitas tinggi dan bernilai jual tinggi juga karena jati termasuk
dalam kelas kuat II, kelas awet I, dan kelas mewah I. Karena itulah jati banyak
dibutuhkan dalam industri properti, industri furniture, kerajinan
rumah tangga, kontruksi berat dan ringan lainnya (Sumarna, 2002).
Pasokan
kayu yang berasal dari hutan alam untuk kebutuhan industri semakin berkurang. Saat
ini banyak ditanam jati cepat tumbuh yang diharapkan kayunya dapat digunakan
sebagai kayu pertukangan, pengganti kayu dari hutan alam. Produk berbahan baku
jati memiliki pangsa yang luas, baik dalam maupun luar negeri. Kebutuhan dalam
negeri sampai saat ini belum dapat terpenuhi semua. Hal ini dapat dilihat dari
kebutuhan dalam negeri sebesar 2,5 juta m3 per tahun dan baru dapat dipenuhi
sebesar 0,75 juta m3 per tahun, sehingga masih terdapat kekurangan sebesar 1,75
juta m3 per tahun (Sumarna, 2002).
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1 Klasifikasi Ilmiah
Botani
Jati (Tectona grandis)
Klasifikasi pohon jati menurut Sumarna (2011) sebagai
berikut.
Kingdom : Plantae
Divisi
: Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Kelas :
Angiospermae (biji tertutup)
Sub
Kelas : Dicotyledoneae (berkeping dua)
Ordo : Verbenaceae
Famili : Verbenaceae
Genus
: Tectona
Spesies
: Tectona grandis Linn. f
Nama-nama daerah jati yang sering dipakai
dibeberapa negara, seperti Jati
(Indonesia), Tekku (Bombay), Kyun
(Burma), Saga (Gujarat), Sagun (Hindi),Saguan (Kannad), Sag (Manthi), Singuru
(Oriya), Bardaru (Sangskrit),Tekkumaran (Tamil)
dan Adaviteeku (Telugu) (Sumarna, 2011).
Jati memiliki
batang yang bulat lurus dengan tinggi mencapai 40 meter. Tinggi batang bebasnya mencapai 18--20
meter. Kulit batang berwarna cokelat
gradasi dan kuning keabu-abuan. Pohon
jati yang baik adalah pohon yang memiliki garis diameter batang yang besar,
berbatang lurus dan jumlah cabangnya sedikit(Mulyana dan Asmarahman, 2010).
Karakteristik dari
pohon jati yaitu memiliki dua jenis akar yaitu akar tunggang dan akar
serabut.Batang pohon jati biasanya memiliki bentuk asimetris (tidak
melingkar).Pohon jati memiliki daun yang lebar berbentuk elips atau bulat
telur.Warna daun bagian atas hijau sedangkan bagian bawah berwarna hijau
pucat.Daun jati memiliki tekstur yang kasar, karena daun dipenuhi dengan
bulu-bulu berkelenjar merah. Daun jati juga memiliki keunikan tersendiri,
karena apabila diremas maka akan menghasilkan warna merah. Bunga jati berukuran
kecil dengan diameter 6--8 mm, berwarna keputih-putihan dan berkelamin ganda
(satu bunga terdapat benang sari dan putik) dengan jumlah kuncup per tandan
antara 800--3.800 buah.Bunga mekar dalam waktu 2--4 minggu.Sedangkan buah jati
berwarna hijau muda, keras dan termasuk kategori buah batu dan ukuran buah
antara 5--20 mm (Dahana dan Warisno, 2011).
3.2 Perbanyakan Tanaman
3.2.1
Perbanyakan tanaman secara Vegetatif
a. Perbanyakan
dengan Setek
Sebagai
salah satu perbanyakan tanaman secara
vegetatif, setek menjadi alternatif yang banyak dipilih orang karena
caranya sederhana, tidak memerlukan teknikyang rumit sehingga dapat dilakukan
oleh siapa saja. Setek dapat
didefinisikansebagai suatu perlakuan pemisahan, pemotongan beberapa bagian
tanaman (akar,batang, daun dan tunas) dengan tujuan agar bagian-bagian tersebut
membentukakar (Wudianto, 1988).
Tanaman yang dihasilkan setek biasanya mempunyai sifat persamaan dalam umur, ukuran tinggi, ketahanan terhadap penyakit dan sifat-sifat lainnya.Selain itu dapat diperoleh tanaman yang sempurna yaitu tanaman yang mempunyai akar,batang, dan daun yang relatif singkat. Keuntungan dari setek batang adalah pembiakan ini lebih efektif jika dibandingkan dengan cara lain karena cepat tumbuh dan penyediaan bibit dapat dilakukan dalam jumlah besar. Sedangkan kesulitan yang dihadapi adalah selang waktu penyimpanan relatif pendek antara pengambilan dan penanaman (Wudianto, 1988).
Gambar 1. Stek pucuk |
b. Perbanyakan tanaman dengan okulasi
Teknik
Okulasi Jati Pembibitan jati dapat dilakukan dengan cara okulasi yaitu dengan
cara menempelkan mata/tunas dari scion (tanaman yang diambil mata/tunasnya)
pada rootstock (tanaman yang ditempeli mata/tunas atau batang bawah).
Berdasarkan
hasil penelitian, okulasi yang dapat dilakukan pada jati menggunakan metode
forket sederhana. Teknik ini memiliki keuntungan karena mudah cara
pengerjaannya, relatif cepat dan menunjukkan persentase hidup yang tinggi yaitu
mencapai 88 % (Fauzi, 2004; Adinugraha, 2011). Keberhasilan okulasi sangat
ditentukan dari rekatnya kambium kedua batang yang disambungkan.
Pelaksanaan
okulasi jati dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1.
Batang bawah dapat
berupa stump jati atau bibit jati yang sudah berumur 6-9 bulan dengan tinggi
rata-rata 70-100 cm dan diameter 0,6-1,5 cm. Diameter bagian bawah disesuaikan
dengan ukuran scion. Sekitar 7 cm dari atas pangkal leher dibuat sayatan dengan
panjang 3-5 cm dan lebar 1,5 cm.
2.
Mata tunas (scion)
dipilih adalah dalam keadaan dorman dengan ukuran disesuaikan dengan ukuran
sayatan pada batang bawah. Scion diambil pada cabang-cabang kecil/ ranting-ranting
sehingga ukurannya tidak terlalu besar dan daya tumbuhnya tinggi.
3.
Scion segera
ditempelkan pada rootstock dan diikat dengan tali rafia atau tali plastik yang
lentur. Ikatan dimulai dari bagian bawah ke atas dan kembali ke bawah hingga di
pangkal akar. Ikatan tidak perlu terlalu kuat tetapi seluruh daerah tempelan
harus tertutup rapat kecuali bagian mata tunasnya harus terbuka agar dapat
tumbuh dengan baik atau tidak terhalang.
4.
Untuk mengurangi
penguapan, bagian potongan pada rootstock dicat meni atau diolesi lilin yang
dicairkan.
5.
Hasil okulasi pada
stump siap ditanam dalam media yang telah disiapkan dengan posisi batang miring,
yang selanjutnya setiap bibit tersebut ditutup plastik atau disusun dalam
bedengan kemudian ditutup sungkup plastik untuk menjaga kelembaban udara
disekitarnya. Hasil ini sangat penting untuk memacu pertumbuhan mata tunas yang
ditempelkan.
6.
Pemeliharaan bibit
hasil okulasi harus dilakukan secara periodik meliputi penyiraman secara
hatihati sehingga tidak menyemprot bagian mata tunas yang ditempelkan,
melakukan wiwilan terhadap tunas-tunas yang tumbuh pada batang bawah.
Gambar
2. Okulasi
c. Perbanyakan tanaman dengan
kultur jaringan
Teknik Kultur Jaringan Secara umum,
produksi bibit melalui metode kultur jaringan memerlukan beberapa tahap: (1)
penyediaan bahan tanaman (eksplan) dari induk terpilih, (2) sterilisasi eksplan
yang akan ditanam pada media inisiasi, (3) penanaman pada media untuk
penggandaan atau multiplikasi tunas, (4) penanaman pada media untuk perakaran
atau pembentukan planlet, dan (5) aklimatisasi (Murashige, 1974; George dan
Sherrington, 1984).
Pada metode perbanyakan untuk tanaman jati
genjah, umumnya tidak dilakukan tahap multiplikasi tunas dan perakaran tetapi
diganti menjadi tahap induksi tunas dan elongasi, sedangkan tahap perakaran
dilakukan pada saat aklimatisasi. Metode ini cukup sederhana Pengembangan
Teknik Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jati. (Hamdan Adma Adinugraha &
Mahfudz) 43 dan mirip dengan cara perbanyakan dengan stek secara konvensional.
Oleh karena itu, metode perbanyakan jati dengan metode tersebut sering disebut
secara stek mikro (micro cuttings).
Penerapan teknik kultur jaringan telah
banyak dikembangkan oleh berbagai kalangan baik instusi penelitian dan
pengembangan milik pemerintah, perguruan tinggi maupun swasta. Tingkat
keberhasilan perbanyakan jati dengan kultur jaringan sangat baik dengan
rata-rata mencapai 70 % (Suhartati dan Nursamsi, 2007), sehingga banyak pihak
yang mengembangkannya. Di pasaran telah banyak dijual produk jati hasil kultur
jaringan dengan berbagi nama dagang seperti jati unggul, jati super, jati emas,
jati genjah, jati Solomon dan lain-lain yang menyatakan berbagai keunggulan dan
keuntungan yang bisa diraih. Hendaknya dalam memilih bibit yang baik tidak
hanya melihat pada teknik yang digunakan tetapi sangat bergantung pada materi
yang digunakan. Disamping itu penggunaan materi tanaman yang telah melalui uji
pertanaman di lokasi pengembangan lebih baik digunakan karena telah mampu
beradaptasi dengan kondisi lahan setempat, sehingga dapat tumbuh optimal.
Perbanyakan
tanaman jati juga dapat dilakukan cara yang sederhana seperti stump, puteran
hingga grafting.
Gambar
3. Kultur Jaringan
Skema Kultur Jaringan
3.2.2 Perbanyakan tanaman
secara Generatif
Pengadaan
bibit jati dilakukan dengan menggunakan biji. Biji jati yang akan digunakan
dipilih yang masih baru, karena biji jati yang telah disimpan sangat mudah
berkurang daya kecambahnya. Buah jati termasuk jenis buah batu, memiliki kulit
yang keras dan persentase perkecambahan rendah dibandingkan dengan species
lain. Untuk itu perlakuan-perlakuan tertentu dilaksanakan agar mampu memecah
dormansi biji.
Beberapa cara pemecahan dormansi biji yang dapat
dilakukan antara lain :
1. Biji direndam dalam air dingin-dijemur dibawah terik sinar matahari,
diulang 4-5hari.
2.Biji jati direndam dalam air dingin-air panas bergantian selama 1 minggu.
3. Biji jati pada bagian epikotil, ditipiskan kulit bijinya dengan cara
diamplas,
sehingga
memudahkan air dan udara masuk kedalam biji
4.Biji
jati direndam dalam larutan asam sulfat pekat (H2S04) selama 15
menit,kemudian dicuci dengan air dingin
setelah itu baru dikecambahkan
pada media pasir.
Pasir
yang digunakan dianjurkan untuk disterilkan dengan dijemur dibawah sinar
matahari, digoreng sangrai atau disemprot dengan ”Benlate” agar jamur dan
bakteri pengganggu mati. Pasir jangan dipadatkan agar memudahkan
munculnya daun dan batang muda dari media tabur.Biji disiram secara teratur 2x
sehari agar kelembaban terjaga.Naungan diperlukan agar suhu dan kelembaban
terjadi dalam kondisi yang lama.Naungan dapat berupa plastik, daun kelapa, atau
naungan jenis lainnya.
Benih
ditanam dengan bekas tangkainya dibawah.Supaya tidak hanyut oleh air baik
karena hujan atau penyiraman, bijinya ditekan ke dalam media sedalam 2 cm
kemudian ditimbun.Perkecambahan biji jati biasanya bertahap, sehingga perlu
menunggu agar benih-benih tersebut dapat berkecambah secara sempurna.
Media
yang digunakan untuk penyapihan adalah campuran antara pasir : tanah : kompos (
7:2:1 ). Ukuran polybag yang digunakan adalah 10 x 15 cm. Pemupukan dilakukan
dengan NPK cair (5 gram/liter air ) ketika bibit telah berumur 2 minggu,
selanjutnya 2 minggu sekali pemupukan dilakukan hingga
bibit berumur 3 bulan dan siap ditanam di lapangan.
3.3 Potensi Tumbuhan Jati
a.Potensi
hasil hutan kayu
Teakblock
adalah lembaran papan kayu jati.Berbeda dengan kayu jati solid, teakblock
dibuat dari lembaran-lembaran kayu jati yang ditumpuk menjadi satu
kesatuan.Mengingat harganya yang lumayan mahal, teakblock biasanya hanya
digunakan sebagai bahan pelapis papan kayu.Selain mempunyai kekuatan yang
sangat bagus, teakblock juga unggul karena memiliki pilihan motif yang beragam.
Teakblock
termasuk kelompok multipleks di mana lapisan terluarnya adalah kayu jati, namun
di bagian dalam adalah kayu lunak.Teakblock hanya menonjolkan pola kayu pada
lapiasan luarnya yang biasanya menggunakan lapisan kayu jati. Teakblock sering
digunakan di industri mebel di indonesia.
Material
ini tersusun oleh potongan kayu yang dibungkus kayu tipis.Harganya pun cukup
terjangkau sehingga banyak menganjurkan untuk digunakan oleh kebanyakan
pengrajin. Akan tetapi jika tidak hati-hati memilih, pada lapisan dalam
teakblock dapat dijumpai rongga diantara potongan kayu sehingga akan melemahkan
perkuatannya ketika dipasangi paku.
Gambar
4. Perabotan dari kayu jati
Gambar
5. Teakblok
b.
Potensi Hasil hutan bukan kayu
Hasil
hutan bukan kayu (HHBK) atau disebut juga hasil hutan non kayu (HHNK) merupakan
hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani beserta produk turunan nya dan
budidayanya kecuali kayu. Potensi hasil hutan bukan kayu ini sangat tinggi di
negara Indonesia itu sendiri. Hasil hutan bukan kayu dapat berupa daun, cabang,
buah,getah akar.dll. Pada tumbuhan jati,hasil hutan bukan kayu yang dapat
dimanfaatkan yaitu daun dan akar.
1)
Pemanfaatan daun
jati sebagai pewarna
Menurut Setijo (2010), pucuk daun dan daun
muda adalah bagian yang terpenting dalam usaha memperoleh zat warna merah dari
tanaman jati. Cara untuk menyiapkan pucuk daun dan daun muda tanaman jati yaitu
dengan memetiknya secara langsung dari pohon jati.Daun jati dibersihkan dari
kotoran dan dipotong kecil-kecil, kemudian dilumatkan dengan alat
pelumat.Selanjutnya, ditambahkan sedikit air, kemudian diperas dan disaring.Air
seduhan daun jati muda berwarna merah tua, berbau khas dan agak sepet. Warna
air seduhan bertahan agak lama dan setelah 24 jam akan terbentuk
endapan merah tua.
Daun
jati muda dapat digunakan sebagai pewarna dalam proses pemasakan gudeg (dari
buah nangka muda), caranya, ambil daun jati muda secukupnya dan gunakan sebagai
alas dia dalam kuali yang digunakan untuk memasak gudeg nangka muda. Penggunaan
daun jati pada pembuatan gudeg berperan pada warna gudeg nangka muda tersebut,
yaitu menjadi merah kecoklatan sehingga mempengaruhi kenampakan dan cita rasa
gudeg nangka muda. Daun jati juga digunakan sebagai pembungkus
makanan ataupun nasi, alasan masyarakat sering menggunakan daun jati
dikarenakan daun jati segar
memberikan aroma khas pada makanan yang menerbitkan selera. Penggunaan daun jati
sebagai bungkus makanan diantaranya adalah nasi jamblang khas Cirebon.
Gambar 6. Pewarna makanan dari daun jati
Gambar7. Pembungkus nasi jamblang dari
daun jati
2) Pembuatan
Briket Arang Dari Daun Jati Dengan Sagu
Aren Sebagai Pengikat
Daun jati merupakan salah satu jenis biomassa
yang dapat dimanfaatkan
sebagai bahan bakar. Namun, dedaunan seperti daun jati
ini memiliki daya tahan bakar/residence time yang amat singkat sehingga harus
dikonversi menjadi bahan yang memiliki waktu bakar yang lebih lama. Proses
pembriketan adalah salah satu cara untuk memanfaatkan biomassa jenis dedaunan.Daun
sagu aren digunakan sebagai pengikat. binder dari tepung sagu aren menurunkan
nilai kalor.
Gambar 8. Briket dari daun jati
3) Bonggol
akar jati diolah menjadi bahan kerajinan
Limbah dari bonggol akar jati dapat
dimanfaatkan dan diolah sebagai furniture ataupun kerajinan , dan tentunya
menjadi potensi hasil hutan bukan kayu yang bernilai tinggi.
BAB
IV
PENUTUP
4.1
Simpulan
Dari pembahasan yang
telah dijabarkan maka dapat disimpulkan bahwa jati merupakan kayu yang memiliki
kualitas dan bernilai jual tinggi. Perbanyakan tanaman jati dapat dilakukan secara vegetatif dan
generatif. Perbanyakan secara
vegetative yaitu: dengan stek pucuk, okulasi, kultur jaringan. Sedangkan perbanyakan
tanaman secara generatif dilakukan dengan menggunakan biji. Perbanyakan jati
sangat mungkin dilakuakn dalam skala banyak mengingat hasil dari setiap jenis
perbanyakan memiliki tingkat keberhasilan diatas 50%.
Potensi yang
terdapat pada kayu jati bisa berupa hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu
.Hasil hutan kayu yang dimanfaatkan sebagai kayu pertukangan contohnya yaitu
teakblock. Jati memiliki pemanfaatan lain selain kayunya yaitu, akar dan
daunnya yang memiliki kegunaan dan nilai ekonomis seperti akarnya digunakan
sebagai bahan kerajinan, sedangkan daunnya digunakan sebagai briket, pembungkus
makanan dan pewarna.
4.2
Saran
Sebaiknya dalam
menanam benih jati harus lah dipilih
benih yang unggul dan untuk memanfaatkan kayu jati jangan hanya berfokus pada
hasil kayu saja,tetapi bagian tumbuhan dari kayu jati lainnya pun dapat
dimanfaatkan seperti daun dan akarnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Adinugraha,H.A dan Mahfudz.2014. Pengembangan teknik perbanyakan
vegetatif
tanaman jati pada hutan rakyat.vol 1.Diunduh dari:http://fordamof.org/files/Jurnal_Wasian_1.1.2014-6.Hamdan_Adma_n_Mahfudz.pdf(Diakses 14
April 2018)
Suryana,
Y. 2001. Budidaya Jati. Swadaya. Bogor.
Setijo, P., Zumiati. 2010. Pewarna
Nabati Makanan. Penerbit Percetakan
Kanisius.Yogyakarta.
Tamin,P.S
. Teknik perkecambahan benih jati (tectona grandis linn. f.) .Diunduh dari
:http://download.portalgaruda.org/article.php?article=11945&val=876.(Di
akses 14 April 2018)
Thoha,Y.M
dan Fajrin E.D.Pembuatan briket arang dari daun jati dengan sagu
Aren sebagai pengikat.Diunduh dari:http://jtk.unsri.ac.id/index.php/jtk/article/viewFile/100/99( Di akses 14 April
2018)
Unila. Bab 2.Diunduh dari:http://digilib.unila.ac.id/14031/12/BAB%202.pdf.(Dik
akses 13 April 2018)
Komentar
Posting Komentar