Proposal
Penelitian
Dosen Pembimbing : 1.
Ir. Drs. H. Asrizal Paiman, M.Si., IPM
2. Ir. Albayudi, S.Hut., M.Si., IPM
Pemrasaran : Habibullah
(D1D016004)
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG SEPADAN SUNGAI
DI TAMAN NASIONAL BERBAK SEMBILANG
Nama :
Habibullah
NIM :
D1D016004
Jurusan :
Kehutanan
Menyetujui:
Dosen
Pembimbing I Dosen
Pembimbing II
Ir.
Drs. H. Asrizal Paiman, M.Si., IPM Ir.
Albayudi, S.Hut., M.Si., IPM
NIP.
195708301986031003 NIP.
196410291999031001
Mengetahui :
Ketua Jurusan Kehutana
Ir. Riana Anggraini, S.Hut., M.Si., IPM
NIP.198510222012122002
KATA
PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis
diberi kemudahan dan kemampuan dalam menyelesaikan penulisan proposal skripsi
ini yang berjudul “KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG SEPADAN SUNGAI DI TAMAN NASIONAL
BERBAK SEMBILANG ”.
Pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Ir. Drs.
H. Asrizal Paiman, M.Si., IPM dan Bapak Ir. Albayudi, S.Hut., M.Si., IPM selaku
dosen pembimbing skripsi yang telah memberi banyak saran, bimbingan, dan arahan
yang sangat berguna selama penulisan proposal skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa proposal
skripsi ini masih banyak kekurangan dalam penyusunan dan penulisannya. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan yang membangun demi
perbaikan proposal skripsi ini kedepannya.
Jambi,
Oktober 2019
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Taman Nasional Berbak Sembilang secara
administrasi terletak di 2 Provinsi yaitu Jambi dan Palembang. Secara topografi
Taman Nasional Berbak Sembilang berada pada ketinggian 0 meter-20 meter.
Wilayah kerja terbagi kedalam tiga Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN)
yaitu SPTN Wilayah I di Suak Kandis dengan kawasan berada pada Kabupaten Muara
Jambi dan Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi, SPTN Wilayah II di Palembang
dengan kawasan yang berada Kabupaten
Musi Banyuasin kantor Provinsi Sumatera Selatan, dan SPTN Wilayah III di Air Hitam Laut dengan kawasan yang
berada pada Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi dan Kabupaten Musi
Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan.
Wilayah kerja seksi dibagi kedalam basis
resort (merupakan unit terkecil dalam struktur pengelolaan Taman Nasional) yang
terbagi menjadi 9 unit pengelolaan. SPTN Wilayah I meliputi resort
Simpang-Pematang Raman, resort Sungai Rambut-Rantau Rasau, dan resort Simpang
Datuk, SPTN Wilayah II meliputi resort Solok Buntut Lalan, resort Simpang
Satu-Sembilan, dan resort Ngirawan sedangkan SPTN Wilayah III resort Cemara-Labuan
Pering-Sungai Benuh, resort Sungai Benuh-Tanah Pilih, dan resort Tanah
Pilih-Sungai Benuh-Terusan Dalam.
SPTN I pada zona pemanfaatan resort
sungai rambut pos simpang bungur dijadikan sebagai tempat ekowisata karena
komposisi jenis tumbuhan serta hewannya yang unik dan sudah teradaptasi dengan
kondisi air pasang surut. Hal itu juga berlaku untuk SPTN III zona pemanfaatan
pos simpang malaka. Banyak burung yang ditemukan di zona pemanfaatan baik itu
burung yang dilindungi maupun yang tidak dilindungi. Keberadaan burung tersebut
tidak terlepas dari kondisi lingkungan yang sesuai dengan kehidupan burung
tersebut. Taman Nasional Berbak Sembilang menyediakan sember pakan dan shelter bagi burung di sekitar kawasan. Berdasarkan
buku Rencana Pengelolaan Taman Nasional Berbak terdapat 224 jenis dari 49
famili burung (Taman Nasional Berbak, 2000) .
Berbagai jenis burung dapat ditemukan di Taman Nasional
Berbak Sembilang di zona pemanfaatan. Diantaranya yaitu Raja udang meninting (Alcedo meninting), srigunting (Dicrurus sp.), Elang laut (Haliaeetus leucogaster), pekaka emas (Pelargopsis capensis), rangkong (Bucerotidae), kadalan beruang (Phaenicophaeus diardi) (Holisuddin et al., 2014) .
Dengan keberadaan burung tersebut Taman Nasional Berbak
Sembilang memanfaatkannya dengan membuat jalan treck di zona pemanfaatan untuk pengamatan satwa ataupun flora.
Namun, kegiatan tersebut terbatas hanya di daratan atau jalan track. Adapun perjumpaan dengan burung
burung yang dilindungi ataupun burung langka lebih sering terlihat di sepadan
sungai, oleh karena itu perlu adanya Identifikasi Keanekaragaman Jenis Burung Sempadan
Sungai di Taman Nasional Berbak Sembilang untuk pengembangan ekowisata bird watching berbasis sungai.
1.2.Tujuan
Penelitian ini
bertujuan untuk :
1. Mengidentifikasi
keanekaragaman jenis burung di sempadan Sungai Air Hitam Dalam dan Sungai Air
Hitam Laut
2. Mendeskripsikan
sebaran burung pada strata pohon di sempadan Sungai Air Hitam Dalam dan Sungai
Air Hitam Laut
3. Mendeskripsikan
habitat burung di sempadan Sungai Air Hitam Dalam dan Sungai Air Hitam Laut
1.3. Manfaat
Hasil dari penelitian ini diharapkan akan memberikan
manfaat sebagai sumber data dan dasar pertimbangan dalam menyusun kebijakan dan
rancangan untuk pengembangan ekowisata di Taman Nasional Berbak Sembilang
maupun yang lainnya .
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keanekaragaman jenis burung
Definisi dari
keaneka ragaman burung yaitu jumlah total jenis burung beserta kelimpahan
masing-masingnya pada suatu area (Kamaluddin, 2019) . Keanekaragaman jenis burung tidak bisa
disamakan pada suatu tempat terhadap tempat lainnya (Anugrah,
2016) .
Menurut Sukmantoro et al. (2007) dalam Kamaluddin.
(2019) tercatat 1.598 jenis burung di wilayah Indonesia. Berdasarkan
jumlah tersebut, diketahui 372 jenis (23,28 %) diantaranya adalah jenis burung
yang tergolong endemik dan 149 jenis (9,32 %) adalah jenis burung migran. Dalam
ekologi umumnya keanekaragaman hayati mengarah pada komposisi dari suatu profil
habitat yang mendukung derajat kelimpahan satwa liar dengan tipe habitatnya.
2.2 Distribusi Burung
Distribusi burung tergantung pada kondisi lingkungan
dan faktor yang mempengaruhinya. Distribusi vertikal dari dedaunan atau
stratifikasi tajuk merupakan faktor yang mempengaruhi keanekaragaman jenis
burung. Semakin beranekaragam suatu habitat maka Indeks keanekaragamanpun
semakin tinggi (Asrianny et al., 2018) . Indeks
keanekaragaman merupakan parameter tinggi rendahnya suatu nilai yang
menunjukkan tinggi rendahnya keanekaragaman dan kemantapan komunitas. Komunitas
yang memiliki nilai keanekaragaman tinggi maka hubungan antar komponen dalam
komunitas akan semakin kompleks.
2.3 Hasil penelitian terdahulu
Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan oleh Achmad et al., (2013) menyatakan bahwa indeks
keanekaragaman sedang dan tinggi menarik
dikembangkan sebagai objek ekowisata. Hal yang sama juga dinyatakan olleh Asrianny
et al., (2018) menyatakan bahwa
kawasan yang memiliki burung endemik dan indeks keanekaragaman yang tinggi
memiliki potensi untuk dikebangkan wisata bird
watching. Kartiko (2017) menyatakan bahwa pada lahan pasca terbakar jumlah
jenis burung yang ditemukan lebih tinggi dibandingkan areal yang tidak
terbakar. Hal yang sama juga dinyatakan bahwa tipe vegetasi agak terbuka
memiliki nilai indeks kekayaan burung yang tinggi dibandingkan vegetasi rapat (Asrianny
et al., 2018; Budi, 2015).
2.4
Wisata pengamatan Burung
Lakiu et al.
(2016) aktivitas pengamatan burung (birdwatching) di alam terbuka
merupakan salah satu bentuk kegiatan ekowisata. Burung dapat dijadikan sebagai
bahan penelitian, pendidikan lingkungan dan objek wisata. Pada ekowisata
pengamatan burung pengunjung dapat mempelajari bentuk-bentuk morfologi burung
dan fungsi ekologis dari burung dalam hal penyebaran benih dan sebagai
penyerbuk alami bagi tumbuhan dan tanaman.
Birdwatching adalah salah satu aktivitas pengamatan
burung di alam. Kegiatan wisata alam birdwatching, di satu sisi bisa memberikan
manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar karena banyaknya wisatawan yang akan
melakukan kunjungan ke daerah tersebut, di sisi lain juga bisa memberikan
manfaat konservasi bagi jenis-jenis burung yang ada di suatu kawasan (Widyasari et
al., 2013) .
Kehadiran jenis-jenis burung di suatu area, memberikan pesona tersendiri,
seperti menikmati keindahan warna, keunikan tingkah laku burung, keunikan
bentuk dan kekhasan suaranya.
Menurut Widodo (2016) burung sebagai salah satu satwa
obyek wisata di Taman Nasional yang dapat di jual kepada para wisatawan karena
beberapa faktor keistimewaannya, seperti kelangkaannya, bersifat endemik, dan
kekhasan- kekhasan lainnya.
Menurut MacKinnon et al.
(2010) menjelaskan bahwa salah satu alasan yang mendukung suatu kawasan
menarik untuk dikunjungi yaitu jika kawasan tersebut memiliki atraksi yang
dapat diunggulkan, misalnya satwa liar yang menarik atau khas untuk tempat
tertentu. Oleh karena itu, burung yang dapat dipilih sebagai objek wisata
birdwatching didasarkan pada ketertarikan pengunjung terhadap jenis burung,
status konservasi, dan endemisitas.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi
Penelitian
dilakukan pada bulan Januari 2020 hingga Februari 2020 di kawasan Taman
Nasional Berbak Sembilang. Lokasi pengamatan terbagi menjadi dua tempat yaitu Sungai
Air Hitam Dalam pada zona pemanfaatan yang berada di SPTN 1 Simpang Bungur dan
Sungai Air Hitam Laut yang berada pada zona pemanfaatan SPTN 3 Simpang Malaka.
Adapun area pengamatan yaitu sempadan sungai dengan jarak 50 meter dari bibir
sungai kiri dan kanan.
Gambar 1. Lokasi penelitian SPTN 1
Gambar 2. Lokasi penelitian SPTN 3
3.2 Alat dan Objek
Penelitian
Alat yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu
Tabel 1. Alat yang diperlukan dalam penelitian
No
|
Alat
|
Fungsi
|
1
|
Monokuler
|
Memperjelas objek dalam jarak jauh
|
2
|
Alat tulis
|
Mencatat data-data yang berkaitan dangan hasil
penelitian dilapangan
|
3
|
Kamera
|
Menyimpan gambar
|
4
|
Buku panduan lapang burung-burung di Sumatera,
Jawa, Bali dan Kalimantan (MacKinnon, 2010)
|
Data base burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali,
dan Kalimantan
|
5
|
Kompas
|
Petunjuk arah mata angin
|
6
|
GPS
|
Menyimpan jejak dan titik
|
7
|
Alat pengukur waktu (jam)
|
Penunjuk waktu
|
8
|
Tally sheet
|
Rekap data
|
9
|
Roll meter
|
Mengukur jarak antar dua buah benda
|
10
|
Meteran jahit
|
Mengukur lingkaran pohon
|
11
|
Renge
finder
|
Penghitung jarang dari peneliti ke objek yang
diamati
|
12
|
Peta lokasi penelitian
|
Panduan dalam menentukan tujuan dan posisi
dilapangan
|
Objek yang diamati dalam penelitian ini adalah burung-burung dan
vegetasi di masing-masing lokasi penelitian.
3.3 Pengumpulan Data
Pengumpulan
data meliputi data primer dan data sekunder
3.3.1 Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung di
lapangan yaitu data mengenai keanekaragaman burung dan kondisi vegetasinya pada
wilayah sempadan Sungai Air Hitam Dalam
pada zona pemanfaatan SPTN 1 dan Air Hitam Laut pada zona pemanfaatan
SPTN 3.
3.3.2 Data Sekunder
Data sekunder merupakan studi pustaka yang dilakukan dengan cara mengumpulkan
data dan informasi berasal dari paper, jurnal, skripsi, buku, internet, dan
laporan studi terdahulu. Data dan informasi yang diperoleh melalui studi
pustaka berupa kondisi umum lokasi penelitian.
3.4 Teknik Pengumpulan
Data
Ada beberapa
teknik dalam pengumpulan data yang dibedakan berdasarkan objek yang akan
diambil datanya.
3.4.1 Data Profil Tajuk
Pembuatan profil tajuk menggunakan plot berukuran
20x20 meter pada setiap tipe vegetasi. Parameter yang diamati adalah spesies
vegetasi, tinggi total dan bebas cabang pohon dan tiang, diameter tiang dan
pohon, lebar tajuk, serta kordinat titik pohon sumbu x (20 m) dan y (20 m).
Pemanfaatan
strata vegetasi oleh burung diamati disetiap habitat yang diteliti. Pada setip
habitat dilakukan penggambaran strata vegetasi untuk megetahui strata vegetasi
yang digunakan oleh burung. Strata ketinggian yang digunakan adalah yang
mengacu pada tabel 1.
Tabel 2. Pemanfaatan strata burung secara vertikal (Indrianto, 2006)
No
|
Kriteria
|
Ketinggian (m)
|
1
|
Strata A
|
>30
|
2
|
Strata B
|
20-30
|
3
|
Strata C
|
4-20
|
4
|
Strata D
|
1-4
|
5
|
Strata E
|
<1
|
Gambar 3. Stratifikaasi hutan tropis
3.4.2 Data vegetasi
Pada tahap awal yaitu membuat kurva spesies area
pada vegetasi tipe hutan dan tipe belukar untuk mengetahui luas petak minimum
yang mewakili kondisi suatu tegakan. Adapun caranya yaitu membuat petak
berukuran 1 meter x 1 meter, selajutnya petaknya diperbesar hingga ukurannya
menjadi 1 meter x 2 meter. Catatlah jumlah jenisnya dan penambahan jenis setiap
penambahan petak. Petak akan dihentikan jika persentase penambahan jenisnya
tidak lebih dari 5%.
Setelah diketahui luas plot minimum kurva spesies
area barulah bisa dilakukan penarikan jumlah plot sampel. Luas lokasi
penelitian yaitu 80 (Ha) dengan intensitas sampling 10% maka luasan yang harus
diukur yaitu 8 (Ha).
Analisis
vegetasi dilakukan di area penelitian. Pada tingkat pertumbuhan semai (a)
digunakan ukuran dengan besar 2x2 meter, sedangkan untuk tingkat pertumbuhan
pancang (b) ukurannya sebesar 5x5 meter. Pada tingkat pertumbuhan tiang (c)
memiliki besar ukuran 10x10 meter, sedangkan untuk tingkat pertumbuhan pohon
(d) digunakan petak berukuran 20x20 meter (Indrianto, 2006) .
3.4.3 Data Burung
Pengamatan burung
dilakukan dengan menggunakan unit contoh kombinasi transek garis dengan variable circular plot (VCP). Jarak
antar titik pusat plot yang satu dengan lainnya adalah 100 meter, dengan
diameter lingkaran 50 meter sedangkan panjang setiap transek disesuaikan dengan
luasan area penelitian. Total jumlah stasiun pengamatan sebanyak 4 stasiun yang
tersebar pada sempadan Sungai Air Hitam Laut zona pemanfaatan SPTN 3, 2 stasiun
dan pada sempadan Sungai Air Hitam Dalam zona pemanfaatan SPTN 1, 2 stasiun.
Gambar 4. Lokasi peletakan titik
Peletakan
sampel dilakukan secara purposive
sampling yaitu pada jalur vegetasi yang berpotensi burung. Pengamatan
dilakukan pada interval waktu antara pukul 05:30–09:00 untuk periode pagi hari
dan 15:00–18:00 untuk periode sore hari dengan ulangan sebanyak 3 kali.
Pencatatan data dilakukan dengan mengamati burung pada seluruh luas lingkaran
pengamatan yang dicatat dalam 15 menit untuk setiap titik pengamatan. Data yang
dikumpulkan dalam pengamatan burung meliputi: jenis, jumlah individu setiap
jenis, lokasi/posisi pada saat teramati (permukaan tanah, lantai hutan, tajuk
bawah, tengah atau tajuk atas), serta jarak pengamat dengan obyek/satwa.
Gambar 5. Desain plot pengamatan burung
3.5 Analisis Data
Berukut adalah metode analisis data vegetasi dan burung
3.5.1 Profil tajuk
Pembuatan
profil tajuk dilakukan berdasarkan data yang telah diperoleh dari plot ideal
yang mewakili kondisi stratafikasi vegetasi berukuran 20 meter x 20 meter untuk
menggambar bentuk profil hutan. Pembuatan gambar profil tajuk hutan bertujuan
untuk menunjukkan tipe strata pohon yang digunakan atau tempat jenis burung
melakukan aktivitasnya. Penggambaran menggunakan aplikasi SExI-FS (Spatially Explicit Individual based – Fores Simulator).
3.5.2 Data burung
Keanekaragaman
spesies burung dihitung dengan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (Magurran,
2004), kelimpahan spesies burung dihitung dengan menggunakan indeks kemerataan
(Index of Evennes) serta perhitungan jenis burung dominan. Rumus perhitungan
sebagai berikut:
1. Indeks
Keanekaragaman Shanon-Whiner (Magurran, 2004)
H’= -
Keterangan:
H’ =Indeks Shanon-Winer
ni =Jumlah individu setiap jenis
N =Jumlah individu jeluruh jenis
2.
Indeks kemerataan
E = H’ /In S
Keterangan:
E =Indeks kemerataan jenis
H’ =Indeks keanekaragaman jenis
S =Jumlah jenis
In =Logaritma natural
3.
Dominansi
Di =
Keterangan:
Di =Indeks dominansi suatu jenis
burung
Ni =Jumlah individu suatu jenis
N =Jumlah individu dari seluruh
jenis
Adapun kriteria
penetapan tingkat dominansi sebagai berikut:
Di =0-2% jenis tidak dominan
Di =2-5% jenis sub-dominan
Di =.5% jenis dominan
3.5.3 Analisis vegetasi
Analisis
vegetasi dilakukan untuk mendeskripsikan komposisi dan dominansi jenis pohon di
Taman Nasional Berbak. Indeks Nilai Penting (INP) untuk setiap tingkat
pertumbuhan vegetasi adalah sebagai berikut (Indriyanto, 2006) :
Kerapatan
(K) (ind/ha) =
Kerapatan
Relatif (KR) =
Frekuensi =
Frekuensi
Relatif (FR) =
Dominansi
(D) (m2/ha) =
Dominansi
Relatif (DR) =
INP
untuk tumbuhan bawah, semai, dan pancang =KR + FR
INP
untuk pohon = KR + FR + DR
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, A., Ngakan, P.O., Umar, A.
& Asrianny, 2013. Potensi Keanekaragaman Satwaliar Untuk Pengembangan
Ekowisata di Laboratorium Lapangan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Hutan Pendidikan UNHAS. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea,
II(2), pp.79-92.
Anugrah, K.D., 2016. Keanekaragaman
spesies burung di Hutan Lindung Register 25 Pematang Tanggang Kabupaten
Tanggamus Lampung. Skripsi
Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Asrianny, Saputra, H.
& Achmad, A., 2018. Identifikasi keanekaragaman dan sebaran jenis burung
untuk pengembangan ekowisata bird watching di Taman Naasional Batimurung Buku
Sarung. Jurnal Parennial,
14(1), pp.17-23.
Budi, N.S., 2015. Kelimpahan
dan Keanekaragaman Jenis Burung di Taman Nasional Laiwangi Wanggameti, Sumba
Timur, Nusa Tenggara Timur. Skripsi. Yogyakarta: Univesitas Islam Negri
Sunan Kalijaga.
Holisuddin, U. et al.,
2014. Amazon Van Jambi. Jambi: Balai Taman Nasional Berbak.
Indrianto, 2006. Ekologi Hutan. 1st ed. Jakarta: Bumi Aksara.
Kamaluddin, , 2019. Analisis
Potensi Ekowisata Bird Watching di Pusat Latihan Gajah Taman Nasional Way
Kambas. Skripsi. Bandar lampung:
Universitaas Lampung.
Kartiko, I., 2017. PERBANDINGAN
KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG ANTARA LAHAN PASCA TERBAKAR DAN TIDAK TERBAKAR DI
HTI PT. NATIONAL SAGO PRIMA, PROVINSI RIAU. Skripsi. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Lakiu, M.D., Langi, M.A.
& Pollo, H.N., 2016. Potensi avifauna untuk pengembangan ekowisata bird
watching di Desa Ekowisata Bahoi. Jurnal Unsrat, II(7), pp.1-12.
MacKinnon , J., Philipps,
K. & Balen, B.V., 2010. Seri Panduan Lapangan Burung-Burung di
Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan. Bogor: Burung Indonesia.
Taman Nasional Berbak,
2000. Rencana Pengelolaan Taman Naasional Berbak Provinsi Jambi. Jambi.
Widodo, W., 2016. Distribusi dan keanekaragaman spesies burung sebaran
terbatas di Taman Nasional Alas Purwo, Jawa Timur. jurnal Biologi, Sains,
Lingkungan dan Pembelajarannya, 1(13), pp.113-24.
Widyasari, K., Hakim, L.
& Yanuwiadi, B., 2013. Kajian jenis-jenis burung di Desa Ngadas sebagai
dasar perencanaan jalur Pengamatan burung (bird watching). Journal
Indonesian Tourism and Development Studies, III(1), pp.108-14.
berikut proposalnya documenya https://drive.google.com/file/d/1-DXGUSaO7VLhtKV7QvlfNGcWvdTqffDg/view?usp=sharing
Komentar
Posting Komentar